"Beberapa
kebijakan yang akan dan sedang dibuat Direktorat Jenderal (Ditjen)
Pajak sudah menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat kecil dan
melindungi yang berpendapatan rendah. Hal seperti ini harus kita dukung
terus," ujar Toni Prasetiantono, pengamat ekonomi.
Menurut Toni, kebijakan seperti peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dari Rp 15,8 juta per tahun menjadi Rp 24 juta per tahun. Tidak hanya itu saja, pembebasan Pajak Pernambahan Nilai (PPN) untuk rumah murah dan peraturan terkait pajak untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga dinilai tepat untuk mendorong kesejahteraan masyarakat kecil.
"Memang pendapatan pajak akan berkurang, tetapi tidak akan jadi masalah. Ditjen Pajak bisa melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi di sumber pajak lainnya, semacam subsidi silang," jelas Toni. Dia mencontohkan pajak bagi sektor migas dan pertambangan, khususnya batubara, masih terbilang kecil padahal minat terhadap sektor ini sangat besar.
Ekonom Universitas Gajah Mada ini mengatakan, saat undang-undang pajak mengenai pajak batubara dibuat memang barang tersebut masih lesu di pasaran. "Tapi kan situasi sekarang sudah berubah. Peraturan juga harus terus diperbaharui supaya bisa mengikuti perkembangan jaman. Tidak hanya terkait batubara, sih. Lebih baik dilakukan di sektor migas dan pertambangan lainnya," tutur Toni.
Dia melanjutkan, hal yang patut diapresiasi juga adalah pelayanan Ditjen Pajak yang sudah lebih bersahabat dan baik dibanding tempo dulu. Sistem yang digunakan saat ini, self assessment, juga dinilai sudah tepat. Permasalahan tinggal pada bagaimana pengimplementasiannya di lapangan. Menurut Toni hal ini perlu sosialisasi dan mendorong masyarakat untuk jujur dalam mengisi formulir.
Namun, tantangan terbesar bagi Ditjen Pajak adalah bagaimana membangun integritas di mata masyarakat. Diakui atau tidak, stigma terhadap Ditjen Pajak adalah badan yang banyak melakukan korupsi, apalagi setelah beberapa kasuspengemplangan pajak terungkap. "Jadi Ditjen Pajak harus bisa meningkatkan integritasnya, bahwa badan mereka tidak penuh korupsi. Harus ada pdnguatan di sektor Sumber Daya Manusia (SDM), tidak hanya pintar, tapi juga harus memiliki mentalitas dan integritas yang kuat," tegasnya.
Ditjen Pajak mengakui hal inilah yang sedang diusahakan melalui reformasi birokasi yang dilakukan di tubuh Ditjen Pajak. Dimana Ditjen Pajak mulai bekerjasama dengan badan lainnya, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kebijakan terkait whistleblowing system juga diharapkan membuat orang-orang semakin berani untuk melaporkan jika ada penyelewengan pajak yang dilakukan pegawai Ditjen Pajak dan juga wajib pajak. Tentu reformasi birokrasi tidak bisa terjadi seperti membalikkan telapak tangan dalam waktu singkat. Diperlukan proses dan waktu berkesinambungan untuk hasilnya terlihat nyata dan stigma tersebut pun hilang.
Manfaat Pajak
Menurut Toni, salah satu cara untuk mendorong masyarakat sadar membayar pajak adalah membuat mereka merasakanmanfaat dari membayar pajak. Bagaimana sarana dan prasarana transportasi, fasilitas umum, sarana kesehatan, dan infrastruktur lainnya dibangun dan hasilnya dinikmati masyarakat. "Kalau cuma sosialisasi kurang, harus ada hasil nyata yang bisa dirasakan untuk meyakinkan publik kalau pajak mereka memang berguna untuk negara," ujarnya.
Pada dasarnya, lebih dari 70% penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak. Otomatis, pajak yang kita bayarkan berpengaruh besar terhadap kekayaan yang dimiliki Indonesia. Dari pembangunan infrastruktur hingga pembayaran gaji aparatur negara, semua menggunakan uang dari pajak.
Namun jarang yang mengetahui Ditjen Pajak hanya bertugas sebagai pengumpul pajak, sarana masyarakat membayar pajak. Digunakan untuk apa pajak tersebut sudah tidak berada di bawah wewenang pajak, melainkan fungsi dan wewenang Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), dan instansi teknis, dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Oleh karena itu, harmonisasi kerjasama antarinstasi dan departemen beserta masyarakat luas menjadi sangat penting. Alasannya sederhana, karena semuanya merupakan satu-kesatuan dalam tubuh Indonesia Raya untuk mendorong tanah air ke arah yang lebih baik.
Sumber : http://www.pajak.go.id/
Menurut Toni, kebijakan seperti peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dari Rp 15,8 juta per tahun menjadi Rp 24 juta per tahun. Tidak hanya itu saja, pembebasan Pajak Pernambahan Nilai (PPN) untuk rumah murah dan peraturan terkait pajak untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga dinilai tepat untuk mendorong kesejahteraan masyarakat kecil.
"Memang pendapatan pajak akan berkurang, tetapi tidak akan jadi masalah. Ditjen Pajak bisa melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi di sumber pajak lainnya, semacam subsidi silang," jelas Toni. Dia mencontohkan pajak bagi sektor migas dan pertambangan, khususnya batubara, masih terbilang kecil padahal minat terhadap sektor ini sangat besar.
Ekonom Universitas Gajah Mada ini mengatakan, saat undang-undang pajak mengenai pajak batubara dibuat memang barang tersebut masih lesu di pasaran. "Tapi kan situasi sekarang sudah berubah. Peraturan juga harus terus diperbaharui supaya bisa mengikuti perkembangan jaman. Tidak hanya terkait batubara, sih. Lebih baik dilakukan di sektor migas dan pertambangan lainnya," tutur Toni.
Dia melanjutkan, hal yang patut diapresiasi juga adalah pelayanan Ditjen Pajak yang sudah lebih bersahabat dan baik dibanding tempo dulu. Sistem yang digunakan saat ini, self assessment, juga dinilai sudah tepat. Permasalahan tinggal pada bagaimana pengimplementasiannya di lapangan. Menurut Toni hal ini perlu sosialisasi dan mendorong masyarakat untuk jujur dalam mengisi formulir.
Namun, tantangan terbesar bagi Ditjen Pajak adalah bagaimana membangun integritas di mata masyarakat. Diakui atau tidak, stigma terhadap Ditjen Pajak adalah badan yang banyak melakukan korupsi, apalagi setelah beberapa kasuspengemplangan pajak terungkap. "Jadi Ditjen Pajak harus bisa meningkatkan integritasnya, bahwa badan mereka tidak penuh korupsi. Harus ada pdnguatan di sektor Sumber Daya Manusia (SDM), tidak hanya pintar, tapi juga harus memiliki mentalitas dan integritas yang kuat," tegasnya.
Ditjen Pajak mengakui hal inilah yang sedang diusahakan melalui reformasi birokasi yang dilakukan di tubuh Ditjen Pajak. Dimana Ditjen Pajak mulai bekerjasama dengan badan lainnya, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kebijakan terkait whistleblowing system juga diharapkan membuat orang-orang semakin berani untuk melaporkan jika ada penyelewengan pajak yang dilakukan pegawai Ditjen Pajak dan juga wajib pajak. Tentu reformasi birokrasi tidak bisa terjadi seperti membalikkan telapak tangan dalam waktu singkat. Diperlukan proses dan waktu berkesinambungan untuk hasilnya terlihat nyata dan stigma tersebut pun hilang.
Manfaat Pajak
Menurut Toni, salah satu cara untuk mendorong masyarakat sadar membayar pajak adalah membuat mereka merasakanmanfaat dari membayar pajak. Bagaimana sarana dan prasarana transportasi, fasilitas umum, sarana kesehatan, dan infrastruktur lainnya dibangun dan hasilnya dinikmati masyarakat. "Kalau cuma sosialisasi kurang, harus ada hasil nyata yang bisa dirasakan untuk meyakinkan publik kalau pajak mereka memang berguna untuk negara," ujarnya.
Pada dasarnya, lebih dari 70% penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak. Otomatis, pajak yang kita bayarkan berpengaruh besar terhadap kekayaan yang dimiliki Indonesia. Dari pembangunan infrastruktur hingga pembayaran gaji aparatur negara, semua menggunakan uang dari pajak.
Namun jarang yang mengetahui Ditjen Pajak hanya bertugas sebagai pengumpul pajak, sarana masyarakat membayar pajak. Digunakan untuk apa pajak tersebut sudah tidak berada di bawah wewenang pajak, melainkan fungsi dan wewenang Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), dan instansi teknis, dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Oleh karena itu, harmonisasi kerjasama antarinstasi dan departemen beserta masyarakat luas menjadi sangat penting. Alasannya sederhana, karena semuanya merupakan satu-kesatuan dalam tubuh Indonesia Raya untuk mendorong tanah air ke arah yang lebih baik.
Sumber : http://www.pajak.go.id/
No comments:
Post a Comment